Bagaimana cara mencairkan rekening bank orang yang sudah meninggal?

Kebetulan saya baru saja menyelesaikan urusan pencairan uang di rekening tabungan milik Almarhum orang tua. Sebenarnya semuanya mudah namun karena satu dan lain hal, pengurusan menjadi ribet dan banyak drama. Karena Almarhum ayah dan ibu meninggal hanya selisih 10 hari, saya tidak mendapatkan informasi apapun terkait rekening Bank beliau beserta PIN-nya.

Setelah sebulan dibantu adik saya, kami berhasil menginventarisir seluruh rekening Almarhum yang terdiri dari :

Atas nama Alm. Ayah :

  • 1 Rekening Bank Mandiri Taspen
  • 1 Rekening Bank Mandiri
  • 1 Rekening BRI
  • 1 Rekening Bank Jatim
  • 1 Polis Asuransi Jiwa

Atas nama Alm. Ibu :

  • 1 Rekening BRI

Setelah mengurus Surat Keterangan Waris dari Kelurahan kami coba bawa ke masing-masing Bank, yang ternyata memiliki syarat yang berbeda. Untuk Bank Mandiri Taspen dan Bank Mandiri mensyaratkan Surat dari Notaris atau putusan Pengadilan untuk saldo diatas 100 juta, karena saldo masih dibawah 100 juta cukup menggunakan Surat Keterangan Waris dan uang bisa dicairkan ke rekening Ahli Waris. Selain Bank Mandiri semua mewajibkan ada Akta Notaris atau Putusan Pengadilan berapapun saldonya. Bank berpendapat bahwa ini adalah cara yang paling aman, Bank menghindari klaim dari Ahli Waris lain yang mungkin muncul sehingga butuh penetapan Pengadilan yang Berkekuatan Hukum.

Setelah mencari informasi ke beberapa kantor Notaris, tidak ada yang bersedia membuat Akta sesuai yang disyaratkan Bank, karena biasanya Akta tersebut hanya untuk non-islam dan mengarahkan kami ke Pengadilan Agama. Karena adik saya tinggal di luar kota dan saya cukup sibuk dengan pekerjaan, akhirnya kami menggunakan jasa pengacara yang direkomendasikan salah satu kantor Notaris dengan biaya kisaran 4juta sampai selesai. Setelah melengkapi syarat dokumen dan beberapa berkas, pengacara mendaftarkan ke Pengadilan Agama dan kami dijadwalkan untuk sidang 1 bulan kemudian dengan dihadiri seluruh ahli waris (adik dan saya) beserta 2 orang saksi.

Hari sidang pertama datang, Pengadilan Agama saat itu ramai sekali, mayoritas akan sidang perceraian, hanya sebagian kecil yang seperti kami. Setelah dipanggil ke ruangan hakim, saya baru tahu jika pengacara yang kami gunakan jasanya ini bikin kami geleng-geleng kepala. Ternyata dia tidak menguasai cara berperkara di sidang Waris, persyaratan ngawur, ketika ditanya hakim dijawab jika semua hanya mengandalkan Google yang ternyata tidak up to date. Belum lagi saat sidang pertama hakim bertanya kepada saya apakah seluruh orang tua Almarhum (Kakek Nenek saya) sudah meninggal, karena Nenek dari pihak Alm. Ibu masih hidup ya saya jawab masih hidup. Ternyata menurut hakim Nenek saya juga termasuk Ahli Waris yang juga wajib dihadirkan.

Sidang pertama gagal, padahal jika syarat lengkap hakim sudah siapkan putusan hari itu. Yang saya sayangkan kenapa Pengacara tidak bertanya dahulu bahwa Nenek kami masih hidup dan malah menyalahkan kami, menurut dia harusnya dijawab sudah meninggal saja. Gila orang hidup kok dinyatakan meninggal, jelas kami tidak mau. Akhirnya kami harus mengurus dari awal dan memasukkan Nenek sebagai Pemohon dan sidang kedua dijadwalkan 1 bulan kemudian.

Akhirnya waktu sidang kedua tiba, kami hadir kembali ke Pengadilan Agama namun untuk nenek boleh tidak dihadirkan oleh hakim karena usia sudah tua dengan dilengkapi dengan Surat Keterangan dari Kepala Desa setempat. Kami berharap sidang kali ini menjadi sidang yang terakhir. Namun apa daya, ternyata Pengacara (lagi-lagi) tidak melengkapi persyaratan yang diminta hakim, dan berkas softcopy tidak diburning ke CD. Hakim tidak jadi mengetok palu hari itu, sidang ditunda 2 minggu. Lagi-lagi kami kecewa, kasihan adik saya yang bolak-balik dari Jakarta dengan tangan hampa.

Lanjut sidang ketiga, rasanya sudah lelah tapi ada amanah yang harus dijalankan. Saat sidang ketiga ini hakim anggota menemukan fakta bahwa nama Nenek saya di KTP dengan di KK Almarhumah Ibu berbeda, tidak hanya berbeda satu dua huruf tapi berbeda sekali, seperti dua orang yang berbeda. Hakim belum mengabulkan permohonan kami sampai ada Surat Keterangan dari desa yang menyatakan bahwa dua nama ini adalah orang yang sama. Sidang ditunda 2 minggu namun kami diberi dispensasi boleh tidak hadir sidang keempat dan hanya Pengacara sebagai Kuasa yang hadir.

Sidang keempat hanya dihadiri oleh Kuasa kami dan akhirnya hakim mengetok palu dan memberikan putusan. Kutipan putusan dapat diambil 2 minggu kemudian. Setelah melalui perjuangan berliku, akhirnya kami dapatkan kutipan putusan yang kami ambil dan kami bawa ke masing-masing Bank.

Semua Bank memproses dengan cepat dan langsung memindahkan dana ke rekening salah satu Ahli Waris. Untuk asuransi jiwa seharusnya kami mendapatkan klaim dengan nilai 100juta, tapi karena ada syarat yang tidak bisa kami penuhi yaitu surat dari dokter yang menyatakan sakit Alm. Ayah. Kami tidak bisa memenuhi karena Alm. Ayah meninggal di perjalanan menuju RS, begitu tiba ditolak oleh RS, dibawa ke RS lain ditolak lagi karena saat itu Covid Delta sedang parah-parahnya (padahal beliau + Covid). Karena ditolak akhirnya saya bawa pulang dan saya mandikan dan saya makamkan sendiri, jadi tidak ada Surat Dokter. Tapi dari asuransi kami mendapatkan santunan sekitar 20 juta, Alhamdulillah walaupun sebenarnya tidak berharap.

Semua proses diatas kami tempuh hampir 4 bulan sampai selesai, seharusnya bisa lebih cepat jika kami menunjuk Kuasa yang tepat. Setelah semua selesai kami ditelepon oleh pihak Taspen bahwa kami harus mengembalikan uang pensiun yang masuk ke rekening setelah Alm. Ayah meninggal mulai Juli 2021 sampai saat pihak taspen menelpon (Januari 2022). Padahal dana sudah kami ambil per November 2021. Kami mengira ketika dana sudah diambil rekening akan ditutup dan uang pensiun tidak masuk lagi, ternyata masih masuk sehingga kami harus mengembalikan. Setelah kami kembalikan, seluruh masalah clear dan kami bisa bernafas lega.

Uang yang terkumpul sesuai amanah Almarhum digunakan untuk membangun rumah di desa disamping rumah Nenek, awalnya memang Almarhum ingin menghabiskan masa pensiun di desa sambil menemani Nenek, namun apa daya, bangunan baru jalan sedikit Allah berkehendak lain.

Demikian cerita dari saya, maaf jika sedikit melebar dari pertanyaan, semoga memberi gambaran dan pencerahan. Terima Kasih.

About admin